Jarum jam menunjukkan pukul 06.00 WIB, ketika daku kebingungan mencari alamat travel untuk berangkat ke Jakarta. Kali ini
adalah panggilan tugas yang memang sangat kunantikan selama beberapa minggu belakangan. Seharusnya sih berangkatnya sore
hari, tepat sehari sebelum hari ini. Akan tetapi, dikarenakan jadwal tugasku dibatalkan oleh pihak panitia, jadinya daku
memutuskan untuk menunda keberangkatan.
Sebenernya tugasku ini tidak lain adalah menjadi Student Volunteer di acara “32nd Annual Indonesia Petroleum Association
Exhibition and Convention 2008″ yang berlangsung di JCC Jakarta 27-29 Mei yang lalu. Namun kita sebagai Student Volunteer
2008 (SV’08) diberikan tugas untuk acara Pre-Conventionnya dari tanggal 20-26 Mei 2008. Untuk lebih lengkapnya, daku akan
ceritakan secara detail dan tersendiri di kesempatan yang lain.
Nah, daku kebagian tugas di Pre-Convention untuk tanggal 24 dan 25 Mei di JCC. Namun, untuk tanggal 24 nya di cancel oleh
comittee, jadinya daku yang seharusnya berangkat dari tanggal 23 sore, menunda berangkat juga menjadi tanggal 24 pagi.
Sempat bingung mencari travel, sampe dibantu oleh sahabatku yang baik mencarikan alamat travel yang ada di Bandung. Ada
beberapa nama travel yang diberikan, sampe akhirnya dia lebih menyarankan daku untuk naek Kereta saja. Tadinya si agak ragu,
karena daku memang buta banget soal Jakarta, belum ditambah dengan kengerian tentang tindak kejahatan yang ada di sana.
Jadinya, travel yang langsung ke tempat tujuan menjadi satu-satunya pilihan.
Nomor travel pertama yang dihubungi, tidak nyambung. Travel kedua, sold out. Travel ketiga, jauh dari tempat tinggalku. Dan
karena aku harus berangkat pagi itu juga, karena sudah janjian dengan sobatku yang di Jakarta, maka mau tidak mau aku harus
cepat mencari alternatif lain selain travel.
Pilihanku akhirnya jatuh kepada Kereta tujuan Jatinegara. Jatinegara daerah mana tuh? Paling cuma lewat aja, belum pernah
turun di sana sebelumnya. Belum lagi rasa khawatir yang melanda, ditambah dengan nasehat temanku untuk harus hati-hati di
sana karena banyak pencopet. Wah, ini nih yang namanya perjuangan. Dengan modal nekat, akhirnya kuberanikan diri untuk
melangkah keluar rumah menuju stasiun kereta. Bismillah.
Sampai di stasiun kira-kira pukul 07.30 WIB. Di sana, daku tidak mendapat kesulitan yang berarti. Semua berjalan lancar.
Mulai dari tiket yang didapat dengan mudah, karena tidak harus mengantri, masuk ke dalam kereta yang bersebelahan dengan
ibu-ibu yang baik, dll.
Di perjalanan Kereta Bandung-Jakarta, aku harus siap-siap untuk turun di Stasiun Jatinegara. Jangan sampai kelewatan. Akan
lebih kacau lagi, karena selain aku ga tau banyak tentang Jakarta, ongkos perjalanan tentunya akan bertambah. Di sebelahku,
duduk seorang ibu yang usianya sudah mulai beranjak tua. Tidak banyak yang kami obrolkan selama perjalanan, karena daku yang
lebih memilih membuka dan membaca mushaff Al-Quran dan juga Si Ibu yang lebih memilih tidur sepanjang perjalanannya. Tapi di
awal dan di akhir perjalanan, kami sempat mengobrol ringan. Kutanya, “Ibu mau kemana?”. Dengan senyumnya dia menjawab, “Saya
mau ke Jatinegara, ada urusan keluarga. Ada keluarga saya yang mau ‘nujuh bulanan’jadi saya diundang dan harus hadir. Kalo
adek mau kemana?”. “Wah, sama dong. Saya juga mau ke Jatinegara, ada kerjaan di sana bu. Berarti kita nanti turun bareng bu
ya?”.
Setelah beberapa saat berbincang-bincang dengan si Ibu, daku mulai istirahat memejamkan mata sebentar, sebelum akhirnya
kulanjutkan membaca Kalamullah yang belum selesai tadi. Si Ibu terlihat agak sedikit lelah, jadinya beliau lebih memilih
tidur hampir di sepanjang perjalanan. Karena si Ibu juga turun di Jatinegara, berarti setidaknya daku ada temen, dan tidak
mungkin kelewatan Stasiunnya.
Alhamdulillah, setelah kurang lebih selama 3 jam perjalanan, akhirnya sampai juga di Stasiun Jatinegara. Berbarengan dengan
Si Ibu turun dan beberapa penumpang lainnya, akhirnya kami berpisah di sana. Si Ibu akan menuju Tebet, sedangkan daku menuju
Kampung Melayu, tempat dimana sobatku tinggal dan sekolah di STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik). Sempat smsan juga sama
sobatku ini dimana aku harus turun, naek apa untuk melanjutkan perjalanan dan dimana harus naek apa. Pokoknya jangan sampe
salah alamat. Khawatir, mana banyak barang bawaan lagi. Jadinya yang ada ya dzikir sepanjang jalan. Tapi alhamdulillah, Allah
memberikan kemudahan-kemudahan kepadaku sepanjang perjalanan. Tidak sulit untuk menemukan temanku yang memang kami sudah
janjian untuk bertemu di Mesjid STIS yang indah dan hijau.
Indah, karena memang masjid ini terlihat begitu gagah, asri, dan sejuk dari kejauhan. Begitu masuk ke dalam, keindahannya
terlihat lebih berkilau. Bersih, rapih, teratur. Sepertinya ni mesjid tidak pernah sepi dari pengunjungnya. Waw, keren.
Subhanallah, duhai Allah yang Maha Agung, masih ada hamba-hambaMu yang memakmurkan rumahMu. Maka hindarilah kami dari bencana
dan adzabMu yang pedih karena mereka ya Allah.
Hijau, karena masjid ini bercat hijau muda, dan terlihat berkilau dari kejauhan. Di depannya tertata rapi taman dengan hiasan
air mancurnya. Disisipi dengan beberapa pancuran untuk tempat berwudhu. Pintu masuk mesjid ini sedikit modern dengan pintu
kaca dan gagang pintu unik yang lebih mirip pintu perkantoran. Begitu masuk, bussshhh… daku disambut dengan hembusan
penyejuk ruangan yang menyeka panas terik yang ada di luar. Permadani yang digelar di lantai menambah ketenangan saat
menginjaknya. Lembut, membuat betah orang yang duduk di dalamnya.
Kusempatkan sholat zuhur disini dan sholat sunnah. Sungguh, segala kepenatan dan kepayahan ketika di perjalanan langsung
hilang selepas sholat. Subhanallah…
Selepas sholat, akhirnya daku dan temanku langsung menuju kostannya. Di perjalanan, kita berbincang-bincang sesaat dan dia
sempat menunjuk sebuah sungai kecil, yang penduduk setempat menyebutnya Kali Bening. Tapi, sepertinya tidak pas sebutan itu
karena sungai tersebut sangat kotor, penuh sampah, airnya pun berwarna kehitaman. Wuhhh, disudut kota Jakarta yang megah itu
ternyata dalamnya seperti ini.
Sesampai di tempat kost temanku ini, kulihat bacaan di dindingnya. LA TAHZAN. Tertulis indah dengan segala hiasannya sebagai
sebuah sambutan bagi tamu yang akan datang. Inilah kostan La Tahzan itu, yang lebih mirip sebuah rumah pribadi daripada
sebuah kostan. Daku sebenernya pengen tanya apa sih makna La Tahzan itu sendiri bagi anak-anak kost disini. Hanya saja, tidak
sempat. Daku lebih takjub dengan penghuni La Tahzan ini. Disini dihuni belasan orang anak-anak yang semuanya merupakan
mahasiswa STIS. Dan kesemuanya kelihatan merupakan anak-anak yang sholeh. Setiap pekan, mereka punya jadwal yang teratur.
Belajar tahsin (membaca Al-Quran dengan baik dan benar), kemudian juga liqo (pertemuan) pekanan bersama murobbi (pembimbing)
nya. Semua diatur, dan dibagi-bagi dalam beberapa kelompok dan diatur pula hari-hari yang sudah disepakati.
Begitu masuk, daku langsung diperkenalkan dengan teman-teman penghuni La Tahzan. Beberapa dari mereka seusia, tapi ada juga
yang 2-3 tahun lebih muda. Mereka menyambutku dengan sangat baik.
Tidak berapa lama, azan ashar berkumandang.
Seisi kostan langsung bergegas menuju masjid yang hanya berjarak beberapa rumah saja. Ini nih yang keren. Ga ada ba bi bu,
begitu terdengar azan, langsung cabut ke mesjid. Kemudian mereka juga menjaga adab dalam sholat. Mereka segera mengganti
pakaian yang digunakan sehari-hari dengan pakaian gamis, atau baju koko. Tidak ada yang menggunakan kaos. Kata temanku, di
sini jangan sekali-kali sholat di belakang imam dengan pakai kaos, pasti disuruh di shaff belakang. Sejenak terpikir,
ternyata anak-anak La Tahzan menjaga adab sholat, dan ingin sholat di belakang imam. Kan Shaff yang terbaik adalah barisan
pertama dalam sholat berjamaah. Berarti sambil menyelam minum air. Pertama sholat di mesjid, kemudian menggunakan pakaian
terbaiknya dan menjadi makmum persis di belakang imam. Semuanya sesuai sunnah Rasulullah. Sempurna. Kesan pertama yang begitu
berharga.
Selepas sholat, mereka langsung menuju kost. Yang mereka lakukan selanjutnya adalah tilawah di kamar masing-masing. Inilah
yang namanya Fastabiqul Khoirat. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Saling berlomba memperbanyak bacaan tilawahnya hari ini.
Semuanya khusyuk dalam bacaan masing-masing. Selang beberapa saat kemudian. Ada seorang ustadz yang datang. Ternyata beliau
adalah guru tahsin anak-anak La Tahzan. Selanjutnya yang terdengar adalah dialog sang ustadz dengan murid-muridnya dan juga
qiroat sang ustadz membetulkan bacaan-bacaan sang murid.
Melepas lelah, daku tertidur….